B. Penegakan Hukum
1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang
Internet & Transaksi Elektronik (ITE) Undang-undang ini, yang telah
disahkan dan diundangkan pada tanggal 21 April 2008, walaupun sampai dengan
hari ini belum ada sebuah PP yang mengatur mengenai teknis pelaksanaannya,
namun diharapkan dapat menjadi sebuah undang-undang cyber atau cyberlaw guna
menjerat pelaku-pelaku cybercrime yang tidak bertanggungjawab dan menjadi
sebuah payung hukum bagi masyarakat pengguna teknologi informasi guna mencapai
sebuah kepastian hukum.
a. Pasal 27 UU ITE tahun 2008 : Setiap
orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan
dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen
elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan. Ancaman pidana pasal
45(1) KUHP. Pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Diatur pula dalam KUHP pasal
282 mengenai kejahatan terhadap kesusilaan.
b. Pasal 28 UU ITE tahun 2008 : Setiap
orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan
yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik.
c. Pasal 29 UU ITE tahun 2008 : Setiap
orang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan informasi elektronik dan/atau
dokumen elektronik yang berisi ancaman kekerasaan atau menakut-nakuti yang
dutujukkan secara pribadi (Cyber Stalking). Ancaman pidana pasal 45 (3) Setiap
orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam pasal 29 dipidana dengan
pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp. 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
d. Pasal 30 UU ITE tahun 2008 ayat 3 :
Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses computer
dan/atau system elektronik dengan cara apapun dengan melanggar, menerobos,
melampaui, atau menjebol system pengaman (cracking, hacking, illegal access).
Ancaman pidana pasal 46 ayat 3 setiap orang yang memebuhi unsure sebagaimana
dimaksud dalam pasal 30 ayat 3 dipidana dengan pidana penjara paling lama 8
(delapan) dan/atau denda paling banyak Rp 800.000.000,00 (delapan ratus juta
rupiah).
e. Pasal 33 UU ITE tahun 2008 : Setiap
orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan tindakan apa
pun yang berakibat terganggunya system elektronik dan/atau mengakibatkan system
elektronik menjadi tidak bekerja sebagaiman mestinya.
f. Pasal 34 UU ITE tahun 2008 : Setiap
orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum memproduksi, menjual,
mengadakan untuk digunakan, mengimpor, mendistribusikan, menyediakan atau
memiliki.
g. Pasal 35 UU ITE tahun 2008 : Setiap
orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan manipulasi,
penciptaan, perubahan, penghilangan, pengrusakan informasi elektronik dan/atau
dokumen elektronik dengan tujuan agar informasi elektronik dan/atau dokumen
elektronik tersebut seolah-olah data yang otentik (Phising = penipuan situs).
2) Kitab Undang Undang Hukum Pidana
1. Pasal 362 KUHP yang
dikenakan untuk kasus carding.
2. Pasal 378 KUHP
dapat dikenakan untuk penipuan.
3. Pasal 335 KUHP
dapat dikenakan untuk kasus pengancaman dan pemerasan yang dilakukan melalui
e-mail yang dikirimkan oleh pelaku untuk memaksa korban melakukan sesuatu
sesuai dengan apa yang diinginkannya.
4. Pasal 311 KUHP
dapat dikenakan untuk kasus pencemaran nama baik dengan menggunakan media
Internet.
5. Pasal 303 KUHP
dapat dikenakan untuk menjerat permainan judi yang dilakukan secara online di
Internet dengan penyelenggara dari Indonesia.
6. Pasal 282 KUHP
dapat dikenakan untuk penyebaran pornografi.
7. Pasal 282 dan 311
KUHP dapat dikenakan untuk kasus penyebaran foto atau film pribadi seseorang.
8. Pasal 406 KUHP
dapat dikenakan pada kasus deface atauhacking yang membuat sistem milik orang
lain.
3) Undang-Undang No 19 Tahun 2002 tentang Hak
Cipta.
Menurut Pasal 1 angka (8) Undang – Undang No 19 Tahun
2002 tentang Hak Cipta, program komputer adalah sekumpulan intruksi yang
diwujudkan dalam bentuk bahasa, kode, skema ataupun bentuk lain yang apabila
digabungkan dengan media yang dapat dibaca dengan komputer akan mampu membuat
komputer bekerja untuk melakukan fungsi-fungsi khusus atau untuk mencapai hasil
yang khusus, termasuk persiapan dalam merancang intruksi-intruksi tersebut.
4) Undang-Undang No 36 Tahun 1999 tentang
Telekomunikasi
Menurut Pasal 1 angka (1) Undang – Undang No 36 Tahun
1999, Telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman, dan/atau penerimaan
dan setiap informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara,
dan bunyi melalui sistem kawat, optik, radio, atau sistem elektromagnetik
lainnya.
5) Undang-Undang No 8 Tahun 1997 tentang Dokumen
Perusahaan
Undang-Undang No. 8 Tahun 1997 tanggal 24 Maret 1997
tentang Dokumen Perusahaan, pemerintah berusaha untuk mengatur pengakuan atas
mikrofilm dan media lainnya (alat penyimpan informasi yang bukan kertas dan
mempunyai tingkat pengamanan yang dapat menjamin keaslian dokumen yang
dialihkan atau ditransformasikan. Misalnya Compact Disk – Read Only Memory (CD
– ROM), dan Write – Once -Read – Many(WORM), yang diatur dalam Pasal 12
Undang-Undang tersebutsebagai alat bukti yang sah.
6) Undang-Undang
No 25 Tahun 2003 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 tentang
Tindak Pidana Pencucian Uang
Jenis tindak pidana yang termasuk dalam pencucian uang
(Pasal 2 Ayat (1) Huruf q). Penyidik dapat meminta kepada bank yang menerima
transfer untuk memberikan identitas dan data perbankan yang dimiliki oleh
tersangka tanpa harus mengikuti peraturan sesuai dengan yang diatur dalam
Undang-Undang Perbankan.
7) Undang-Undang
No 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme
Undang-Undang ini mengatur mengenai alat bukti
elektronik sesuai dengan Pasal 27 huruf b yaitu alat bukti lain berupa
informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan secara elektronik
dengan alat optik atau yang serupa dengan itu. Digital evidence atau alat bukti
elektronik sangatlah berperan dalam penyelidikan kasus terorisme. karena saat
ini komunikasi antara para pelaku di lapangan dengan pimpinan atau aktor
intelektualnya dilakukan dengan memanfaatkan fasilitas di Internet untuk
menerima perintah atau menyampaikan kondisi di lapangan karena para pelaku
mengetahui pelacakan terhadap Internet lebih sulit dibandingkan pelacakan
melalui handphone. Fasilitas yang sering digunakan adalah e-mail dan chat room
selain mencari informasi dengan menggunakan search
engine serta melakukan propaganda melalui bulletin boardatau mailing list.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar